Bagaimana Kriket Menjadi Olahraga Populer di Dunia. Saat Women’s Cricket World Cup 2025 memasuki babak menegangkan pekan ini, dengan India berhadapan New Zealand di semifinal Indore pada 22 Oktober, kriket sekali lagi bukti daya tariknya sebagai olahraga global yang menyatukan miliaran penggemar. Di laga pembuka turnamen, Smriti Mandhana cetak half-century gemilang untuk India, tarik perhatian 500 juta pemirsa di Asia saja—angka yang tunjukkan mengapa kriket bukan lagi milik segelintir negara, tapi fenomena dunia. Lahir di Inggris abad ke-16 sebagai permainan desa sederhana, kriket kini punya 2,5 miliar penggemar, lebih banyak dari sepak bola di beberapa wilayah. Popularitasnya lahir dari campuran sejarah kolonial, inovasi format cepat seperti T20, dan ledakan media digital. Di era di mana IPL India tarik rating TV setara Super Bowl, kriket jadi simbol persatuan budaya—dari lapangan hijau Inggris hingga stadion megah Mumbai. Bagaimana olahraga bat-and-ball ini naik daun? Dari akar lokal ke panggung dunia, mari telusuri perjalanannya yang penuh twist. BERITA TOGEL
Akar Kolonial: Penyebaran dari Inggris ke Imperiumnya: Bagaimana Kriket Menjadi Olahraga Populer di Dunia
Kriket mulai populer saat Inggris bangun imperium abad ke-18, bawa permainan ini sebagai “ekspor budaya” ke koloni. Di India, pertama kali dimainkan 1721 oleh pelaut Inggris di Cambay, tapi meledak 1850-an saat klub lokal seperti Parsees kriket club lahir di Bombay. Saat itu, kriket jadi alat integrasi: bangsawan India seperti Ranjitsinhji main untuk Sussex, bikin olahraga ini simbol status. Di Australia, sejak 1803, kriket jadi perekat nasional—Ashes series 1882 lawan Inggris lahirkan rivalitas ikonik yang tarik ribuan penonton. Afrika Selatan dan Karibia ikut: di Barbados, kriket lahir 1890-an via budak yang adaptasi permainan tuan. Hingga 1900, ICC (International Cricket Council) dibentuk 1909 sebagai Imperial Cricket Conference, awalnya cuma Inggris, Australia, Afrika Selatan. Kolonialisme bikin kriket nyebar ke 12 negara inti, tapi juga adaptasi lokal: di Pakistan, post-partisi 1947, kriket jadi identitas nasional, dengan Imran Khan pimpin ke World Cup 1992. Popularitas awal ini lahir dari akses: klub desa gratis, bikin miliaran anak muda main, dari lapangan gersang Pakistan hingga pantai Karibia.
Boom di Asia Selatan: IPL dan Ledakan Ekonomi: Bagaimana Kriket Menjadi Olahraga Populer di Dunia
Revolusi sesungguhnya datang dari Asia Selatan, terutama India, di mana kriket ubah jadi industri miliaran dollar. Saat Sachin Tendulkar debut 1989, ia tarik 100 juta pemirsa TV—tapi IPL 2008 bikin ledakan: format T20 enam minggu tarik sponsor global, rating 400 juta per final. IPL bukan cuma liga; ia inkubator talenta, dengan pemain seperti Virat Kohli rata 50 runs per innings, bikin kriket jadi hiburan massal. Di Pakistan, PSL (Pakistan Super League) 2015 adaptasi model itu, tarik 20 juta pemirsa meski tantangan keamanan. Bangladesh dan Sri Lanka ikut: turnamen Asia Cup 1984 bikin kriket regional, dengan Sri Lanka juara World Cup 1996 tarik investasi. Ekonomi dorong popularitas: hak siar IPL 2023 capai 6 miliar dollar untuk 10 tahun, bikin kriket jadi karir menjanjikan—rata gaji pemain India 1 juta dollar per musim. Media sosial tambah api: TikTok challenge batting Tendulkar viral 2024, capai 1 miliar views. Di Asia Selatan, 1,5 miliar penggemar lahir dari akses TV murah dan cerita underdog seperti India kalahkan Australia di final 2023—bikin kriket bukan olahraga, tapi pesta budaya.
Ekspansi Global Modern: Media, Format Cepat, dan Inklusi
Kriket modern nyebar lewat format T20 dan inklusi perempuan, bikin olahraga ini capai 100 negara anggota ICC. T20 World Cup 2007 pertama di Afrika Selatan tarik 500 juta pemirsa, dengan India juara bikin boom—sekarang, T20 tarik pemula karena 3 jam laga penuh aksi. Media digital ubah segalanya: YouTube highlight Kohli capai 2 miliar views 2025, sementara ESPNcricinfo punya 50 juta user bulanan. Ekspansi ke AS via Major League Cricket 2023, dengan Mumbai Indians beli tim, tarik talenta seperti Rashid Khan dari Afghanistan. Perempuan’s kriket naik daun: World Cup 2025 di India tarik 1 miliar pemirsa kumulatif, dengan Ellyse Perry Australia jadi ikon. ICC dorong inklusi: program “Cricket for Good” di 50 negara Afrika, bikin 10 juta anak main sejak 2020. Tantangannya? Birokrasi ICC lambat, tapi kesuksesan IPL model bikin liga baru di UAE dan Jepang. Kini, kriket punya 2,5 miliar fans, 40 persen di luar negara tradisional—dari stadion Lord’s hingga lapangan gantung di Dharamsala.
Kesimpulan
Kriket jadi olahraga populer dunia lewat perjalanan panjang: dari akar kolonial Inggris yang nyebar ke imperium, boom Asia Selatan via IPL yang ubah jadi ekonomi raksasa, hingga ekspansi modern lewat T20 dan media digital. Di Women’s World Cup 2025, di mana Mandhana dan Perry pimpin chase epik, kriket bukti daya tariknya tak pudar—ia gabung strategi, drama, dan inklusi. Prospeknya cerah: ICC target 3 miliar fans 2030 lewat liga baru di AS dan Afrika. Bagi penggemar, kriket bukan cuma skor; ia cerita persatuan yang lahir dari bat sederhana. Saat semifinal Indore besok, ingat: satu run bisa ubah sejarah, dan kriket terus bukti itu.
